Selasa, 25 Maret 2014

Kebudayaan Batak Toba

BATAK TOBA

Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang wilayahnya meliputi Balige, Porsea, Parsoburan, Laguboti, Ajibata, Uluan, Borbor, Lumban Julu, dan sekitarnya. Silindung, Samosir, dan Humbang bukanlah Toba. Karena 4 (empat) sub atau bagian suku bangsa Batak (Silindung_Samosir_Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh marga yang berbeda. 
Pada Desember 2008, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Toba saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribukota di Balige.
Kabupaten Toba Samosir dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 12. Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Daerah Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.
Image

Marga pada suku Batak Toba

Marga atau nama keluarga adalah bagian nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana ia berasal.  Orang Batak selalu memiliki nama Marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus. Dikatakan sebagai marga pada suku bangsa BatakToba ialah marga-marga pada suku bangsa Batak yang berkampung halaman (marbona pasogit) di daerah Toba.  Sonak Malela yang mempunyai 3 (tiga) orang putera dan menurunkan 4 (empat) marga, yaitu:Simangungsong, Marpaung, Napitupulu, dan Pardede, merupakan salah satu cotoh marga pada suku bangsa Batak Toba.

Tarombo atau Silsilah

Silsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.

Falsafah dalam adat batak toba

Falasafah adat batak toba dikenal dengan Dalihan Na Tolu yang terdiri dari:
1.   Somba Marhula-hula 
2.    Manat Mardongan Tubu 
3.    Elek Marboru
  • Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
  • Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
  • Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai ‘parhobas’ atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.

Kultur atau Budaya dalam Batak Toba 

1.  Perkawinan
Proses perkawinan dalam adat kebudayaan Batak-Toba menganut hukum eksogami (perkawinan di luar kelompok suku tertentu). Ini terlihat dalam kenyataan bahwa dalam masyarakat Batak-Toba: orang tidak mengambil isteri dari kalangan kelompok marga sendiri (namariboto), perempuan meninggalkan kelompoknya dan pindah ke kelompok suami, dan bersifat patrilineal, dengan tujuan untuk melestarikan galur suami di dalam garis lelaki. Hak tanah, milik, nama, dan jabatan hanya dapat diwarisi oleh garis laki-laki.
Image
Ada 2 (dua) ciri utama perkawinan ideal dalam masyarakat Batak-Toba, yakni (1) Berdasarkan rongkap ni tondi (jodoh) dari kedua mempelai; dan (2) Mengandaikan kedua mempelai memiliki rongkap ni gabe (kebahagiaan, kesejahteraan), dan demikian mereka akan dikaruniai banyak anak.
Berdasarkan jenisnya ritus atau tata cara yang digunakan, perkawinan adat Bata Toba dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan:
1.                   Unjuk: ritus perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan semua prosedur adat Batak Dalihan Na Tolu. Inilah yang disebut sebagai tata upacara ritus perkawinan biasa (unjuk);
2.                   Mangadati: ritus perkawinan yang dilaksanakan tidak berdasarkan adat Batak Dalihan Na Tolu, sehingga pasangan yang bersangkutan mangalua atau kawin lari, tetapi ritusnya sendiri dilakukan sebelum pasangan tersebut memiliki anak; dan
3.                   Pasahat sulang-sulang ni pahoppu: ritus perkawinan yang dilakukan di luar adat Batak Dalihan Na Tolu, sehingga pasangan bersangkutan mangalua dan ritusnya diadakan setelah memiliki anak.

Tahapan Perkawinan Adat Batak Toba

Ini adalah tahapan dari perkawaninan adat batak toba:
A. Paranakkon Hata:
1.                   Paranakkon hata artinya menyampaikan pinangan oleh paranak (pihak laki-laki) kepada parboru (pihak perempuan);
2.                   Pihak perempuan langsung memberi jawaban kepada ‘suruhan’ pihak laki-laki pada hari itu juga; dan
3.                   Pihak yang disuruh paranak panakkok hata masing-masing satu orang dongan tubu, boru, dan dongan sahuta.
B. Marhusip
1.                   Marhusip artinya membicarakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh pihak paranak sesuai dengan ketentuan adat setempat (ruhut adat di huta i) dan sesuai dengan keinginan parboru (pihak perempuan);
2.                   Pada tahap ini tidak pernah dibicarakan maskawin (sinamot). Yang dibicarakan hanyalah hal-hal yang berhubungan dengan marhata sinamot dan ketentuan lainnya; dan
3.                   Pihak yang disuruh marhusip ialah masing-masing satu orang dongan-tubu, boru-tubu, dan dongan-sahuta.
C. Marhata Sinamot
1.                   Pihak yang ikut marhata sinamot adalah masing-masing 2-3 orang dari dongan-tubu, boru dan dongan-sahuta.
2.                   Mereka tidak membawa makanan apa-apa, kecuali makanan ringan dan minuman.
3.                   Yang dibicarakan hanya mengenai sinamot dan jambar sinamot.
D. Marpudun Saut
Dalam Marpudun saut sudah diputuskan: ketentuan yang pasti mengenai sinamot, ketentuan jambar sinamot kepada si jalo todoan, ketentuan sinamotkepada parjambar na gok, ketentuan sinamot kepada parjambar sinamot, parjuhut, jambar juhut, tempat upacara, tanggal upacara, ketentuan mengenai ulos yang akan digunakan, ketentuan mengenai ulos-ulos kepada pihak paranak, dan ketentuan tentang adat.
Tahapannya sbb.:
1.                   Marpudun saut artinya merealisasikan apa yang dikatakan dalam Paranak Hata, Marhusip, dan marhata sinamot; dan
2.                   Semua yang dibicarakan pada ketiga tingkat pembicaraan sebelumnya dipudun(disimpulkan, dirangkum) menjadi satu untuk selanjutnya disahkan oleh tua-tua adat. Itulah yang dimaksud dengan dipudun saut.
Setelah semua itu diputuskan dan disahkan oleh pihak paranak dan parboru, maka tahap selanjutnya adalah menyerahkan bohi ni sinamot (uang muka maskawin) kepada parboru sesuai dengan yang dibicarakan.setelah bohi ni sinamot sampai kepada parboru, barulah diadakan makan bersama dan padalan jambar (pembagian jambar). Dalam mardipudun saut tidak ada pembicaraan tawarmenawar sinamot, karena langsung diberitahukan kepada hadirin, kemudian parsinabung parboru mengambil alih pembicaraan. Pariban adalah pihak pertama yang diberi kesempatan untuk berbicara, disusul oleh simandokkon, pamarai, dan terkahir oleh Tulang. Setelah selesai pembicaraan dengan si jalo todoan maka keputusan parboru sudah selesai; selanjutnya keputusan itu disampaikan kepada paranak untuk melaksanakan penyerahan bohi ni sinamot dan bohi ni sijalo todoan. Sisanya akan diserahkan pada puncak acara, yakni pada saat upacara perkawinan nanti.).
E. Unjuk
Semua upacara perkawinan (ulaon unjuk) harus dilakukan di halaman pihak perempuan (alaman ni parboru), di mana pun upacara dilangsungkan. Berikut adalah tata geraknya:
1.      Memanggil liat ni Tulang ni boru muli dilanjutkan dengan menentukan tempat duduk.[Mengenai tempat duduk di dalam upacara perkawinan diuraikan dalam Dalihan Na Tolu.
2.      Mempersiapkan makanan,
3.      Paranak memberikan Na Margoar Ni Sipanganon dari parjuhut horbo,
4.      Parboru menyampaikan dengke (ikan, biasanya ikan mas),
5.      Doa makan,
6.      Membagikan Jambar,
7.      Marhata adat – yang terdiri dari [1] tanggapan oleh parsinabung ni paranak, [2] dilanjutkan oleh parsinabung ni parboru, [3] Tanggapan parsinabung ni paranak, [4] tanggapan parsinabung ni parboru,
8.      Pasahat sinamot dan todoan,
9.      Mangulosi, dan
10.   Padalan Olopolop.
F. Tangiang Parujungan
Doa penutut pertanda selesainya upacara perkawinan adat Batak Toba.

2.  Mamaholi

Mamoholi disebut manomu-nomu yang maksudnya adalah menyambut kedatangan (kelahiran) bayi yang dinanti-nantikan itu. Disamping itu juga dikenal istilah lain untuk tradisi ini sebagai mamboan aek ni unte yang secara khusus digunakan bagi kunjungan dari keluarga hula-hula/tulang.
Pada hakikatnya tradisi mamoholi adalah sebuah bentuk nyata dari kehidupan masyarakat Batak tradisional di bona pasogit yang saling bertolong-tolongan (masiurupan). Seorang ibu yang baru melahirkan di kampung halaman, mungkin memerlukan istirahat paling tidak 10 hari sebelum dia mampu mempersiapkan makanannya sendiri. Dia masih harus berbaring di dekat tungku dapur untuk menghangatkan badanya dan disegi lain dia perlu makanan yang cukup bergizi untuk menjamin kelancaran air susu (ASI) bagi bayinya.
Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, maka saudara-saudara sekampung akan secara bergantian dari hari ke hari berikutnya mempersiapkan makanan bagi si ibu berupa nasi, lauk daging ayam atau ikan (na tinombur), jenis sayuran yang dipercaya membantu menambah produksi ASI (seperti bangun-bangun) dan lain-lain. Selain makanan siap saji, ada juga keluarga-keluarga yang membawa bahan makanan dalam bentuk mentah seperti beras, ayam hidup, ikan hidup dan yang lebih mentah lagi dalam bentuk uang. Sehingga paling sedikit untuk dua atau tiga bulan berikutnya si ibu yang baru melahirkan itu tidak perlu khawatir akan makanan yang ia butuhkan untuk merawat bayinya sebaik-baiknya sampai ia kuat untuk melakukan tugas-tugas kesehariannya.
Kunjungan pihak hulahula/tulang untuk menyatakan sukacita dan rasa syukur mereka atas kelahiran cucu itu adalah sesuatu yang khusus. Mungkin mereka akan datang beberapa hari setelah kelahiran bayi itu dalam rombongan lima atau enam keluarga yang masing-masing mempersiapkan makanan bawaannya, sehingga dapat dibayangkan berapa banyak makanan yang tersedia sekaligus.
Untuk menyambut dan menghormati kunjungan hulahula itu maka tuan rumah pun mengundang seluruh keluarga sekampungnya untuk bersama-sama menikmati makanan yang dibawa oleh rombongan hulahula itu. Setelah makan bersama, anggota rombongan hulahula akan menyampaikan kata-kata doa restu semoga si bayi yang baru lahir itu sehat-sehat, cepat besar dan dikemudian hari juga diikuti oleh adik-adik laki-laki maupun  perempuan.

3.  Kematian

Dalam tradisi Batak, orang yang mati akan mengalami perlakuan khusus, terangkum dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematian tersebut diklasifikasi berdasar usia dan status si mati. Untuk yang mati ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati). Tetapi bila mati ketika masih bayi (mate poso-poso), mati saat anak-anak (mate dakdanak), mati saat remaja (mate bulung), dan mati saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate ponggol), keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orang tuanya, sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulungulos dari tulang (saudara laki-laki ibu) si orang mati.
Upacara adat kematian semakin sarat mendapat perlakuan adat apabila orang yang mati:
1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai anak (mate di paralang-alangan mate punu),
2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil (mate mangkar),
3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun belum bercucu (mate hatungganeon),
4. Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah (mate sari matua), dan
5. Telah bercucu tidak harus dari semua anak-anaknya (mate saur matua).
Mate Saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara, karena mati saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi diatasnya, yaitu mate saur matua bulung (mati ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan) (Sinaga,1999:37–42). Namun keduanya
dianggap sama sebagai konsep kematian ideal (meninggal dengan tidak memiliki tanggungan anak lagi).

4.  Mangapuli

Kegiatan Mangapuli dalam adat batak adalah memberikan penghiburan kepada keluarga yang sedang berduka cita. Hanya saja Mangapuli tidak dilakukan secara asal-asal, semua ada prosedurnya dan prosedur ini erat hubunganya  dengan adat Batak Toba. Kita dan Pihak Keluarga datang membawa makanan, minuman untuk dimakan bersama-sama di rumah duka. Keluarga yang berduka sama sekali tidak direpotkan dengan makanan namun cukup menyediakan piring-piring, dan air putih saja.
Dan pihak keluarga yang berduka juga biasanya menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang sudah datang memberikan penghiburan (dukungan moril) kepada keluarga yang ditinggalkan yang biasa disebut Mangampu hasuhuton.

Kesenian – kesenian Batak

Image
Image
ImageImage
Itulah sekilas mengenai Kebudayaan Suku Batak Toba..
Sumber :  http://putrisr.wordpress.com/2012/10/14/kebudayaan-batak-toba/

Sejarah Marga Batak Toba



Sejarah Marga Batak Toba



Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai dua orang putra, yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatea Bulan mempunyai 5 orang putra yakni Raja Uti (Raja Biakbiak), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Malau Raja. Sementara, Si Raja ISumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra yakni Tuan Sorimangaraja,Si Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang.
Dari keturunan (pinompar) mereka inilah kemudian menyebar ke segala penjuru daerah di Tapanuli, baik ke utara maupun ke selatan sehingga munculah berbagai macam marga Batak.
Legenda mengenai bagaimana Si Raja Batak dapat disebut sebagai asal mula orang Batak masih perlu dikaji lebih dalam. Sebenarnya Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Tobasa, dan Samosir sekarang tidaklah semuanya Toba Sejak masa Kerajaan Batak hingga pembagian wilayah yang didiami suku Batak ke dalam beberapa distrik oleh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Tanah Batak dibagi menjadi 4 (empat) bagian besar, yaitu:
  • Samosir (Pulau Samosir dan sekitarnya); contoh: marga Simbolon, Sagala, dsb
  • Toba (Balige, Laguboti,Porsea, Parsoburan, Sigumpar, dan sekitarnya); contoh: marga Sitorus, Marpaung, dsb
  • Humbang (Dolok Sanggul, Lintongnihuta, Siborongborong, dan sekitarnya); contoh: marga Simatupang Siburian, Silaban, Sihombing Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit, dsb
  • Silindung (Sipoholon, Tarutung, Pahae, dan sekitarnya); contoh: marga Naipospos (Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang, Marbun), Huta Barat, dsb
Hubungan antar marga di masing-masing suku Batak berbeda jenisnya. Pada Suku Batak (Samosir-Toba-Humbang-Silindung) hubungan marga ini dapat dilihat dari asal muasal marga tersebut pada garis keturunan Raja Batak. Semakin dekat dengan Raja Batak, maka semakin dituakanlah marga tersebut.
Satu hal yang pasti, 2 orang yang bermarga sejenis (tidak harus sama) secara hukum adat tidak diperbolehkan untuk menikah. Pelanggaran terhadap hukum ini akan mendapat sangsi secara adat.
Tidak ada pengklasifikasian tertentu atas jenis-jenis marga ini, namun marga-marga biasanya sering dihubungkan dengan rumpunnya sebagaimana Bahasa Batak. Misalnya Simatupang merupakan perpaduan dari putranya marga Togatorop, Sianturi, dan Siburian yang ada di wilayah HUMBANG. Naipospos merupakan perpaduan dari kelima putranya yang secara berurutan, yaitu marga Sibagariang, Huta Uruk, Simanungkalit, Situmeang, dan Marbun yang berada di wilayah SILINDUNG, dan sebagainya.
Silsilah atau tarombo merupakan cara orang batak menyimpan daftar silsilah marga mereka masing-masing dan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai “orang Batak kesasar” (nalilu). Orang Batak khusunya lelaki diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.
Beberapa contoh artikel yang membahas tarombo dari marga-marga Batak yaitu:
  • Silaban
  • Raja Naipospos, yang mempunyai lima putera dan menurunkan marga Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang, Marbun Lumban Batu, Marbun Banjar Nahor, Marbun Lumban Gaol
  • Si Opat Pusoran, yang menurunkan marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea, Lumban Tobing
bentuk klan adalah berupa suatu kumpulan orang per orang yang mempunyai satu bapak dan bisa beberapa ibu, karena suku batak menganut parternalistik.
si-raja-batak1

Sumber : http://putrisr.wordpress.com/2012/10/14/kebudayaan-batak-toba/

DAMPAK GLOBALISASI DALAM BIDANG EKONOMI BAGI INDONESIA

Globalisasi adalah sebuah proses yang alamiah yang netral. Globalisasi ekonomi membawa dampak positif maupun negatif.
Dampak positif globalisasi antara lain:
1. Semakin terbukanya pasar untuk produk-produk ekspor, dengan catatan produk ekspor Indonesia mampu bersaing di pasar internasional. Hal ini membuka kesempatan bagi pengusaha di Indonesia untuk melahirkan produk-produk berkualitas, kreatif, dan dibutuhkan oleh pasar dunia.
2. Semakin mudah mengakses modal investasi dari luar negeri. Apabila investasinya bersifat langsung, misalnya dengan pendirian pabrik di Indonesia maka akan membuka lapangan kerja. Hal ini bisa mengatasi kelangkaan modal di Indonesia.
3. Semakin mudah memperoleh barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dan belum bisa diproduksi di Indonesia.
Kunjungan wisatawan mancanegara di Bali akan membuka lapangan kerja dalam bidang pariwisata
4. Semakin meningkatnya kegiatan pariwisata, sehingga membuka lapangan kerja di bidang pariwisata sekaligus menjadi ajang promosi produk Indonesia.

Dampak negatif globalisasi bagi kegiatan ekonomi di Indonesia terutama bersumber dari ketidaksiapan ekonomi Indonesia dalam persaingan yang semakin bebas. 
Dampak negatifnya sebagai berikut.
1. Kemungkinan hilangnya pasar produk ekspor Indonesia karena kalah bersaing dengan produksi negara lain yang lebih murah dan berkualitas. Misalnya produk pertanian kita kalah jauh dari Thailand.
Mainan cina menguasai pasar Indonesia  

2. Membanjirnya produk impor di pasaran Indonesia sehingga mematikan usaha-usaha di Indonesia. Misalnya, ancaman produk mainan Cina yang lebih murah bagi industri mainan di tanah air.
3. Ancaman dari sektor keuangan dunia yang semakin bebas dan menjadi ajang spekulasi. Investasi yang sudah ditanam di Indonesia bisa dengan mudah ditarik atau dicabut jika dirasa tidak lagi menguntungkan. Hal ini bisa memengaruhi kestabilan ekonomi.
4. Ancaman masuknya tenaga kerja asing (ekspatriat) di Indonesia yang lebih profesional SDMnya. Lapangan kerja di Indonesia yang sudah sempit jadi semakin sempit.
Kesimpulannya, globalisasi bisa berdampak positif atau negatif tergantung kesiapan kita mengadapinya.





1.Globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan
   Dampak positif globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan :
  • Liberalisasi perdagangan barang, jasa layanan, dan komodit lain memberi peluang kepada Indonesia untuk ikut bersaing mereput pasar perdagangan luar negeri, terutama hasil pertanian, hasil laut, tekstil, dan bahan tambang. 
     Keindahan alam Indonesia akan menarik wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia
  • Di bidang jasa kita mempunyai peluang menarik wisatawan mancanegara untuk menikmati keindahan alam dan budaya tradisional yang beraneka ragam.
Dampak negatif globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan :
  • Arus masuk perdagangan luar negeri menyebakan defisit perdagangan nasional.
  • Maraknya penyelundupan barang ke Indonesia.
  • Masuknya wisatawan ke Indonesia melunturkan nilai luhur bangsa.


2.Globalisasi bidang ekonomi sektor produksi
   Dampak positif globalisasi bidang ekonomi sektor produksi :
  • Adanya kecenderungan perusahaan asing memindahkan operasi produksi perusahaannya ke negara-negara berkembang dengan pertimbangan keuntungan geografis (melimpahnya bahan baku, areal yang luas, dan tenaga kerja yang masih murah) meskipun masih sangat terbatas dan rentan terhadap perubahan-perubahan kondisi sosial-politik dalam negeri ataupun perubahan-perubahan global, Indonesia memiliki peluang untuk dipilih menjadi tempat baru bagi perusahaan tersebut.
Dampak negatif globalisasi bidang ekonomi sektor produksi :
  • Perusahaan dalam negeri lebih tertarik bermitra dengan perusahaan dari luar. Akibatnya kondisi industri dalam negeri sulit berkembang. 
     Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh perindustrian
  • Terjadi kerusakan lingkungan dan polusi limbah industri.
  • Suatu perusahaan asing memindahkan usahanya keluar negeri mengakibatkan PHK tenaga kerja dalam negeri. 

Tugas softskill bahasa inggris 2

Artikel : One Thousand Dollars


"One thousand dollars," said the lawyer Tolman, in a severe and serious voice.  "And here is the money.”
Young Gillian touched the thin package of fifty-dollar bills and laughed.
"It's such an unusual amount," he explained, kindly, to the lawyer.  “If it had been ten thousand a man might celebrate with a lot of fireworks.  Even fifty dollars would have been less trouble."
"You heard the reading of your uncle's will after he died," continued the lawyer Tolman.  "I do not know if you paid much attention to its details.  I must remind you of one.  You are required to provide us with a report of how you used this one thousand dollars as soon as you have spent it.  I trust that you will obey the wishes of your late uncle."
"You may depend on it," said the young man respectfully.
Gillian went to his club. He searched for a man he called Old Bryson.
Old Bryson was a calm, anti-social man, about forty years old.  He was in a corner reading a book.  When he saw Gillian coming near he took a noisy, deep breath, laid down his book and took off his glasses.
"I have a funny story to tell you,” said Gillian.

"I wish you would tell it to someone in the billiard room," said Old Bryson. "You know how I hate your stories."

"This is a better one than usual," said Gillian, rolling a cigarette, and I'm glad to tell it to you. It's too sad and funny to go with the rattling of billiard balls.
I’ve just come from a meeting with my late uncle's lawyers.  He leaves me an even thousand dollars. Now, what can a man possibly do with a thousand dollars?"
Old Bryson showed very little interest.  "I thought the late Septimus Gillian was worth something like half a million."
"He was," agreed Gillian, happily.  "And that's where the joke comes in.  He has left a lot of his money to an organism. That is, part of it goes to the man who invents a new bacillus and the rest to establish a hospital for doing away with it again. There are one or two small, unimportant gifts on the side.  The butler and the housekeeper get a seal ring and ten dollars each.  His nephew gets one thousand dollars."
"Were there any others mentioned in your uncle’s will?" asked Old Bryson.
"None." said Gillian. “There is a Miss Hayden.  My uncle was responsible for her.  She lived in his house. She's a quiet thing…musical… the daughter of somebody who was unlucky enough to be his friend.  I forgot to say that she was in on the ring and ten dollar joke, too. I wish I had been.  Then I could have had two bottles of wine, given the ring to the waiter and had the whole business off my hands. Now tell me what a man can do with a thousand dollars."
Old Bryson rubbed his glasses and smiled. And when Old Bryson smiled, Gillian knew that he intended to be more offensive than ever.
There are many good things a man could do with a thousand dollars,” said Bryson. "You?" he said with a gentle laugh.  "Why, Bobby Gillian, there's only one reasonable thing you could do. You can go and buy Miss Lotta Lauriere a diamond necklace with the money and then take yourself off to Idaho and inflict your presence upon a ranch. I advise a sheep ranch, as I have a particular dislike for sheep.”
"Thanks," said Gillian as he rose from his chair. "I knew I could depend on you, Old Bryson. You've hit on the very idea. I wanted to spend the money on one thing, because I have to turn in a report for it, and I hate itemizing.”
Gillian phoned for a cab and said to the driver:  "The stage entrance of the Columbine Theatre."
The theater was crowded.  Miss Lotta Lauriere was preparing for her performance when her assistant spoke the name of Mr. Gillian.
"Let it in," said Miss Lauriere.  "Now, what is it, Bobby?  I'm going on stage in two minutes."
“It won't take two minutes for me. What do you say to a little thing in the jewelry line?  I can spend one thousand dollars."
“Say, Bobby,” said Miss Lauriere,  “Did you see that necklace Della Stacey had on the other night?  It cost two thousand two hundred dollars at Tiffany's.”
Miss Lauriere was called to the stage for her performance.
Gillian slowly walked out to where his cab was waiting.  "What would you do with a thousand dollars if you had it?" he asked the driver.
"Open a drinking place," said the driver, quickly. "I know a place I could take money in with both hands. I've got it worked out--if you were thinking of putting up the money.”
"Oh, no," said Gillian.  “I was just wondering.”
Eight blocks down Broadway, Gillian got out of the cab.  A blind man sat on the sidewalk selling pencils. Gillian went out and stood in front of him.
"Excuse me, but would you mind telling me what you would do if you had a thousand dollars?” asked Gillian.
The blind man took a small book from his coat pocket and held it out. Gillian opened it and saw that it was a bank deposit book.
It showed that the blind man had a balance of one thousand seven hundred eighty-five dollars in his bank account. Gillian returned the bank book and got back into the cab.
"I forgot something," he said. "You may drive to the law offices of Tolman & Sharp.”
Lawyer Tolman looked at Gillian in a hostile and questioning way.
"I beg your pardon," said Gillian, cheerfully.  "But was Miss Hayden left anything by my uncle's will in addition to the ring and the ten dollars?"
"Nothing," said Mr. Tolman.
“I thank you very much, Sir," said Gillian, and went to his cab. He gave the driver the address of his late uncle's home.
Miss Hayden was writing letters in the library.  The small, thin woman wore black clothes.  But you would have noticed her eyes.  Gillian entered the room as if the world were unimportant.
“I have just come from old Tolman's," he explained.  “They have been going over the papers down there.  They found a…”  Gillian searched his memory for a legal term.  “They found an amendment or a post-script or something to the will.  It seemed that my uncle had second thoughts and willed you a thousand dollars.  Tolman asked me to bring you the money.  Here it is.”
Gillian laid the money beside her hand on the desk.  Miss Hayden turned white. "Oh!" she said.  And again, "Oh!"
Gillian half turned and looked out the window.  In a low voice he said, "I suppose, of course, that you know I love you."
"I am sorry," said Miss Hayden, as she picked up her money.
"There is no use?" asked Gillian, almost light-heartedly.
"I am sorry," she said again.
"May I write a note?" asked Gillian, with a smile.  Miss Hayden supplied him with paper and pen, and then went back to her writing table.
Gillian wrote a report of how he spent the thousand dollars: “Paid by Robert Gillian, one thousand dollars on account of the eternal happiness, owed by Heaven to the best and dearest woman on earth."
Gillian put the note into an envelope.  He bowed to Miss Hayden and left.
His cab stopped again at the offices of Tolman & Sharp.
“I have spent the one thousand dollars," he said cheerfully, to Tolman.  "And I have come to present a report of it, as I agreed.” He threw a white envelope on the lawyer's table.
Without touching the envelope, Mr. Tolman went to a door and called his partner, Sharp. Together they searched for something in a large safe.  They brought out a big envelope sealed with wax.  As they opened the envelope, they shook their heads together over its contents.  Then Tolman became the spokesman.
"Mr. Gillian," he said, “there was an addition to your uncle's will.  It was given to us privately, with instructions that it not be opened until you had provided us with a full report of your handling of the one thousand dollars received in the will.
“As you have satisfied the conditions, my partner and I have read the addition.  I will explain to you the spirit of its contents.
“In the event that your use of the one thousand dollars shows that you possess any of the qualifications that deserve reward, you stand to gain much more.  If your disposal of the money in question has been sensible, wise, or unselfish, it is in our power to give you bonds to the value of fifty thousand dollars.  But if you have used this money in a wasteful, foolish way as you have in the past, the fifty thousand dollars is to be paid to Miriam Hayden, ward of the late Mr. Gillian, without delay.
“Now, Mr. Gillian, Mr. Sharp and I will examine your report of the one thousand dollars.”
Mr. Tolman reached for the envelope. Gillian was a little quicker in taking it up.  He calmly tore the report and its cover into pieces and dropped them into his pocket.
"It's all right," he said, smilingly.  "There isn't a bit of need to bother you with this.  I don't suppose you would understand these itemized bets, anyway.  I lost the thousand dollars on the races. Good-day to you, gentlemen."
Tolman and Sharp shook their heads mournfully at each other when Gillian left.  They heard him whistling happily in the hallway as he waited for the elevator. 


Simple past :
1. My uncle was responsible for her. 
2. The theater was crowded

Simple Present :
1. There is no use
2. There isn't a bit of need to bother you with this.

Simple Future :
1.  I will explain to you the spirit of its contents.
2. Now, Mr. Gillian, Mr. Sharp and I will examine your report of the one thousand dollars.